Kamis, 07 Juli 2011

Orientasi Sekolah Katolik

“Memasuki tahun ajaran baru, sejumlah orangtua di berbagai daerah dipusingkan dengan semakin sulitnya mencari sekolah berkualitas dan semakin mahalnya biaya sekolah. Meskipun sudah ada dana yang dikucurkan pemerintah untuk setiap sekolah, kenyataannya hal itu tidak mengurangi pungutan yang dilakukan sekolah terhadap orangtua sisiwa,” demikian sebuah pernyataan yang dimuat dalam harian Kompas, Rabu 6 Juli 2011.
Tak dapat disangkal bahwa setiap orangtua yang memiliki anak, antara bulan Juni-Juli, sangat dipusingkan untuk mencari sekolah demi kelanjutan pendidikan anak-anak mereka. Baik orangtua maupun anak selalu mengaharapkan dapat menempuh pendidikan di sekolah yang berkualitas sekaligus terjangkau biaya pendidikannya.
Hal inilah yang sering mendatangkan dilema bagi orangtua dan anak. Anak menginginkan sekolah yang terkenal dan bermutu, namun seringkali gagal tercapai karena orangtua tidak memiliki persediaan biaya yang cukup. Maka, jangan heran bila kebanyakan siswa tamatan SD, SMP, dan SMA lebih cenderung melanjutkan pendidikan di lembaga pendidikan negeri. Lalu bagaimana dengan lembaga pendidikan swasta? Bagaimana dengan sekolah-sekolah Katolik?
Menilik realita akhir-akhir ini, sekolah-sekolah Katolik maupun Protestan menerapakan model pendidikan berorintasi internsional. Tidak sedikit pula sekolah internasional yang hadir di berbagai sudut kota Jakarta ini. Dengan level internsional dan berorientasi internasional, sekolah-sekolah ini menghadirkan satu odel pendidikan dengan biaya selangit. Tidak jarang orang menyebut sekolah-sekolah tertentu sebagai sekolahnya orang-orang kaya. Tentu pernyataan ini benar. Tuntutan biaya yang semakin menanjak tiap tahun tidak dapat dijangkau oleh mereka yang pendapatannya pas-pasan. Bagaimana seorang yang bekerja sebagai buruh harian di sebuah pabrik dapat menyekolahkan anaknya di sekolah internsional?
Kenyataan ini seharusnya membuka mata dan hati kita untuk menilai lebih lanjut model pendidikan yang sedang dikembangkan dan hendak dicapai saat ini. Khusus bagi sekolah-sekolah Katolik, model misi seperti apa yang hendak dicapai? Banyak sekolah Katolik yang didirikan dengan misi awal ditujukan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu. Tujuan yang sangat mulia yakni ingin menyediakan pendidikan dan menghimpun anak-anak dari keluarga-keluarga yang sederhana dan miskin. Namun, dalam perkembangan selanjutnya yang terangkul malah orang-orang kaya dan berduit. Mereka yang secara ekonomi terpinggirkan malah semakin dipinggirkan lagi dari segi akses pendidikan. Lalu, semangat injili mana yang mau diperjuangkan? Nilai apakah yang hendak dipublikasikan kepada masyarakat?
Saat ini, banyak sekolah Katolik yang telah meninggalkan visi dan misi dasar awal pendiriannya. Bak seorang pegawai rendahan yang merintis karir dari nol dan sekarang telah menjadi seorang pengusaha sukses, demikianlah sekolah-sekolah Katolik saat ini. Berangkat dari sekolah biasa yang merangkul siswa-siswa dari keluarga-keluarga miskin, kini telah beranjak ke sekolah internasional dengan siswa-siswa dari keluarga-keluarga kaya. Bagaimana tidak. Biaya pendidikan yang semakin tinggi dengan sendirinya menyingkirkan yang miskin dan memberi jalan yang lebar bagi yang kaya.
Maka, kiranya sekolah-sekolah katolik saat ini, kembali menengok visi dan misi awal sekolah-sekolah itu didirikan. Tentunya setiap sekolah Katolik harus bisa tampil ke masyarakat dengan membawa sebuah pesan injili yang hendak disampaikan dan akhirnya dapat dirasakan dan dihidupi oleh masyarakat luas.

(Stefanus p. elu, Kebun Jeruk 07 Juli 2011 )

Tidak ada komentar: