Selasa, 12 Juli 2011

Imam, Nabi dan Raja

Sebagai seorang yang beriman Kristiani, ketika kita menerima sakramen babtis kita diangkat menjadi imam, nabi dan raja. Sebagai imam kita mempunyai tugas untuk mengarahkan dan membantu orang lain untuk dapat merasakan kehadiran Tuhan dalam kehidupan mereka. Sebagai nabi kita mempunyai tugas sebagai pewarta. Kita menjadi perpanjangan “lidah” Allah yang menyerukan kebenaran dan mendendangkan universalitas kasih Allah. Sebagai raja kita mempunyai tugas unruk memimpin dan menuntun orang lain agar sampai kepada Allah. Yesus sendiri telah memberikan kepada kita ciri kepemimpinan yang harus kita miliki. Seorang pemimpin adalah seorang pelayan.
Merujuk pada identitas dasar yang kita terima saat pembabtisan ini, seharusnya kita sadar bahwa kita mempunyai tugas yang sangat mulia. Tugas ini diemban oleh semua orang Kristiani dengan tanggung jawab yang sama pula. Setiap orang Kristiani memiliki tanggung jawab untuk mengembangkan ketiga tugas pokok ini dengan cara masing-masing dan khas.
Pilihan untuk menjadi seorang imam atau biarawan-biarawati adalah penegasan dan radikalisasi dari ketiga tugas pokok ini. Mereka memilih untuk lebih mengkhususkan ketiga tugas pokok ini dengan mengikrarkan janji setia pada uskup dan para penggantinya (imam diosesan) dan mengikrarkan kaul-kaul (para biarawan). Mereka memilih untuk hidup selibat dan mempersembahkan seluruh hidup mereka demi melayani Allah.
Nah, di sini terlihat dengan jelas bahwa tugas utama sebagai imam, nabi, dan raja tidak hanya menjadi milik kelompok tertentu. Kebanyakan umat Kristiani masih berpandangan bahwa ketiga tugas pokok ini adalah tugas para imam dan biawaran-biarawati. Ketiga tugas pokok ini identik dengan pastor, suster atau bruder. Yang dapat menjadi pewarta yang baik hanyalah para pastor. Yang dpat berangkat ke misi hanyalah para pastor, suster dan bruder.
Padahal, ketiga tugas pokok ini adalah bagian dari setiap kita yang beriman Kristiani. Seorang Ayah mempunyai tugas sebagai imam, nabi, dan raja dalam kelurganya. Demikianpun sebagai seorang ibu dan seorang anak. Ketika seorang ibu bangun pagi-pagi dan menyediakan sarapan untuk suami dan anak-anaknya, ia sedang menjalankan ketiga tuas pokok ini. Ia berperan sebagai seorang imam yang menyediakan hidangan jasmani bagi anak dan suami. Ia berperan sebagai seorang nabi karena sendang mewartakan tentang pelayanan melalui tindakannya. Ia juga berperan sebagai seorang raja karena dari tindakan tersebut, ia sendang menuntun suami dan anak-anaknya bagaimana harus bersikap. Mereka harus saling melayani. Tindakan pelayanan adalah aplikasi nyata dari ketiga tugas pokok ini.
Dari sini sekiranya kita memperoleh pemahaman baru bagaimana seharusnya kita memberi arti terhadap identitas yang kita terima saat kita dibabtis. Identitas yang sangat luhur. Identitas yang dapat membawa kepada kesempurnaan hidup sebagai orang yang dipanggil untuk menjadi saksi Kristus. Tidak perlu menjadi imam dulu baru dapat disebut sebagai misionaris. Setiap orang Kristiani adalah misionaris. Bahkan setiap orang yang beragama lain pun adalah misionaris, bila pola laku hidupnya mencerminkan ketiga tugas pokok ini.
Setiap orang adalah misionaris bagi keluarganya. Setiap keluarga adalah misionaris bagi tetangga dan orang-orang yang berada di sekitar lingkungannnya. Yang paling terpenting di sini adalah kesadaran akan tanggung jawab untuk menjalankan ketiga tuas pokok ini.
(Stefanus p. Elu, Kebun Jeruk, 12 Juli 2011)

Tidak ada komentar: