Hati
Kereta Malam
Musim
ini musim hangat
Yang
hendak kukatakan panas di kemarau panjang
Dahaga
di siang bolong
Kering
di malam kelam
Tanpa
embun apalagi kabut
Malam
itu sunyi-sepi, diam-terlelap
Rongga
malam menyusur lilitan elips
Menuju
pagi
Sisakan
tenang, diam, dan tersipu
Malam
malu-malu digasak cahaya kota
Deru
kereta melahap rel kereta
Besi
berdentang sahut menyahut
Dendang
nada seni tak beraturan
Kereta
Listrik Rheostatik
seri 115 buatan Jepang
Berhenti gemulai
Layu terkuras dimakan usia
Ratusan orang berhembus keluar
Terencana dan tiba-tiba
Di malam yang semakin malam
Seliweran orang ke kiri dan kanan
Beranjak, memanggil, menyetop, menawar
Semua serba hiruk pikuk
Entah datang, entah pergi
Dapatkah hangatnya hati sehangatnya malam
Saat mereka dapat duduk bersua
Melirik titik-titik jalan terlewati
Untuk bertanya pada malam pengubur karya
Akukah ini yang hiruk pikuk
Merengkuh rejeki sudah secukupnya?
Steve Agusta
10 Oktober 2012
Di Balik
Kutatap
gadis manis ku sayang
Merona
di hati senyum di wajah
Menyemarak
di kalbu berdegub di jantung
Ia
direbut mata-mata perkasa
Dihasrati
minat-minat bertubi
Seluruh
raga tercurah tertuju
Segenap
jiwa terpacu tertuju
Segunung
budi merangkul desah
Melumat
bayang-bayang raga
Pikiran
melintas tiada henti
Menukik
jauh dalam, terdalam
Temukan
indah di balik tubuh
Gapai
panorama di belakang tampak
Petik
pelangi di seberang selubung
Itulah
realitas sungguh
Itulah
nyata tak berubah
Realitas
absolut tak terbantah
Melanglang
buana dalam nyata tak berwujud
Steve Agusta
10 Oktober 2012