Kamis, 25 Oktober 2012

Supermen Masa Kini


Saat malam telah tiada
manakala fajar menjemput bumi
neraca aktivitas kembali bersua
dalam hari berwajah terik
Akulah supermen masa kini
mengalahkan sejuta pengalah
'tuk meraih mimpi ribuan harap
meski tampak tertatih dalam diam

Wahai bumiku tanpa akhir
kangkangkan tubuhmu
berbukalah lebar-lebar
biarlah liangmu menampakan wajahnya
meyangmbangi aku, sumpermen masa kini

Wahai langitku tiada ujung
Sobeklah pakaian kebesaranmu
biarlah sekucurmu tampak basah
berderai titik-titik kemolekan
undangan bagiku, sang supermen
Bagi keterbukaan akan keabadian

Steve Agusta
26 Oktober 2012


Rabu, 24 Oktober 2012

Kembali ke Gereja Kita

    Lama tidak pernah bertemu, tidak berarti perkenalan dan pengalaman pernah bersama itu harus dilupakan. Justru lama tidak berjumpa itulah yang akhirnya membangkitkan rasa ingin kembali seperti dulu lagi. Inilah sepenggal kata yang mungkin agak tepat untuk menggambarkan pengalaman kembali berjumpa dengan seorang temanku.
    Kami pernah bersama menyelesaikan studi SMP di sebuah desa kecil bagian dari negeri ini. Sebuah desa yang kelihatanya sangat tertinggal dan usang karena terabaikan dari perkembangan peradaban, namun telah menjadikan kami bertumbuh sebagai orang yang dewasa dan dapat mengerti sesuatu.
Aku tidak pernah menyangka sebelumnya, bahwa pengalaman kembali berjumpa itu akan kami alami, oleh karena belasan tahun telah lama memisahkan kami. Pada 1998-2000 kami mengais pendidikan SMP di SLTPK San Daniel. Setelah itu, kami pun berpisah karena tuntutan masa depan.
***
    Suatu malam, ketika aku sedang duduk santai di kos di tanah rantau, tiba-tiba sebuah sms menderinmgkan Hp jadulku. Seperti biasa aku membukanya dengan santai dengan asumsi sms dari teman-temanku yang lagi kanker (kantong kering) di ahir bulan dan ingin bergurau sekedar mengusir kegelisahan. Tapi rupanya bukan. “slamat malam teman, apa kabar?” Lalu tertera namanya dengan cukup jelas diakhir kata-kata sms itu.
Aku terkejut, seolah tidak percaya pada isi sms dan nama yang tertera di bawahnya. Aku membalas: “kabarku baik-baik aja. Sekarang teman di mana?”
“ saya sekarang di Lenteng Agung” balasnya.
    Ow, tempat itu sangat dekat dari kosku. Rupanya teman yang satu ini pun telah berjalan jauh hingga tiba di kota ini. Perasaan bahagia, haru, dan senang bercampur baur. Dia yang telah lama hilang kini telah kutemukan. Dia yang telah mati, namun telah kembali. Demikian perasaan ini meminjam kata-kata Penginjil Lukas ketika mengemukakan perumpamaan “Bapa Yang Berbelas Kasih.” Ya, singkat cerita aku sangat bahagia karena kami bisa bertemu lagi. Kami hadir kembali dengan cerita perjuangan dan pengalaman perjalanan yang berbeda.
***
    Rupanya benar dugaan saya bahwa kami akan hadir dengan kisah yang berbeda. Kembali menengok ke belakang, ternyata kami telah merintis dan dan mengukir kisah sejarah yang dramatis. Ada kisah yang menggembirakan, ada kisah yang menyedihkan, bahkan mengundang haru dan penyesalan. Kisah itu, jika hendak digambarkan, dialami teman saya ini. Pertimbangan yang kurang matang di masa lalu telah menghadirkan penyesalan yang sangat dalam saat ini. Keputusan yang sangat berisiko mengancam kelanjutan kehangatan dan kasih sayang dari keluarga harus ia tempuh. Orang tua dan keluarga tak sanggup menerimanya. Namun, dengan tekat yang bulat ia terus melangkah, merintis kisah sedih yang baru terasa saat ini. Terlanjur bertindak, membuat dia nekat mengambil jalan pintas meski harus dibenci.
    Namun, saat ini tumbuh harapan dan keinginan untuk kembali. “aku ingin seperti dulu lagi. Aku ingin kembali menjadi katolik lagi, seperti masa dulu kita SMP,” demikian harapan dan niat yang terbersit di akhir perbincangan kami. Sebagai temanmu, aku selalu menanti kepulanganmu. Meski dulu teman pernah salah langkah, kasih di antara kita tidak pernah terhapuskan karenanya. Aku akan membantumu untuk kembali. Mari kita pulang ke Gereja kita. Gereja di mana dulu kita pernah merasakan sangat dekat dengan Dia. Dia telah menanti kepulanganmu sejak lama. Dia akan sangat bahagia mendengar kabar ini. Yah, aku yakin Dia selalu seperti itu. Menangis ketika kita salah langkah dan bahagia bila kita ingin kembali. Dia tidak pernah membenci kita yang bersalah. Dia hanya berharap, kita sadar dan ingin memperbaiki diri. Aku akan membawamu pulang. Jika teman tak kuat jalan, aku bersedia memapahmu. DIA TELAH MENUNGGU KEDATANGAN KITA, setiap hari, jam, menit dan detik. (steve agusta, Kebun Jeruk, 04 Juli 2011).

Cinta


Kala hati menjenguk cinta
Perasaan bahagia karib setia
Semb ari belajar terima sakit
Apakah cinta itu menyakitkan?
Ataukah sakit adalah konsekuensi logis tindakan mencintai?
(Kos Bambu, 18 Maret 2012)

Menakar Hari


Menakar hari
Menghitung detik
Berharap waktu berlangkah seribu
Ingin mimpi terejawantah dalam waktu
Enigma hadir menjawab penantian
Aku rasa inilah saatnya
Meniti jalan sambil berjuang
Mendaraskan mimpi menuju bahagia
(Kos Bambu, 19 Maret 2012)


Selasa, 23 Oktober 2012

Ke-diam-ku



Lidahmu mematok lidahku
Mulutmu mencekik mulutku
nafasmu membelenggu nafasku
matamu memaku mataku

dalam diam kumenyaksikan
pengerukanmu atas kekenyanganku
nafkahku terkuras ke tabunganmu
rintihanku menjadi puja dan pujimu

aku tak mampu berbahasa
kembali terpekur dalam kebodohan
pembodohan dan dibodohkan.

Steve Agusta
23 Oktober 2012

Rabu, 10 Oktober 2012

Hari Ini



Hati Kereta Malam
Musim ini musim hangat
Yang hendak kukatakan panas di kemarau panjang
Dahaga di siang bolong
Kering di malam kelam
Tanpa embun apalagi kabut

Malam itu sunyi-sepi, diam-terlelap
Rongga malam menyusur lilitan elips
Menuju pagi
Sisakan tenang, diam, dan tersipu
Malam malu-malu digasak cahaya kota

Deru kereta melahap rel kereta
Besi berdentang sahut menyahut
Dendang nada seni tak beraturan

Kereta Listrik Rheostatik seri 115 buatan Jepang
Berhenti gemulai
Layu terkuras dimakan usia
Ratusan orang berhembus keluar
Terencana dan tiba-tiba
Di malam yang semakin malam

Seliweran orang ke kiri dan kanan
Beranjak, memanggil, menyetop, menawar
Semua serba hiruk pikuk
Entah datang, entah pergi

Dapatkah hangatnya hati sehangatnya malam
Saat mereka dapat duduk bersua
Melirik titik-titik jalan terlewati
Untuk bertanya pada malam pengubur karya
Akukah ini yang hiruk pikuk
Merengkuh rejeki sudah secukupnya?

Steve Agusta
10 Oktober 2012

Di Balik
Kutatap gadis manis ku sayang
Merona di hati senyum di wajah
Menyemarak di kalbu berdegub di jantung

Ia direbut mata-mata perkasa
Dihasrati minat-minat bertubi

Seluruh raga tercurah tertuju
Segenap jiwa terpacu tertuju
Segunung budi merangkul desah
Melumat bayang-bayang raga

Pikiran melintas tiada henti
Menukik jauh dalam, terdalam
Temukan indah di balik tubuh
Gapai panorama di belakang tampak
Petik pelangi di seberang selubung

Itulah realitas sungguh
Itulah nyata tak berubah
Realitas absolut tak terbantah
Melanglang buana dalam nyata tak berwujud

Steve Agusta
10 Oktober 2012