Jumat, 26 Agustus 2011

Gerakan Mahasiswa Katolik Interasional


Nepal

The International Movement of Catholic Students (IMCS) di Kathmandu telah diterima stutus keanggotaannya secara penuh oleh gerakan mahasiswa induk di Eropa. Pengumuman ini disampaikan via email kepada IMCS Kathamandu, Rabu, 24/8.
IMCS di Kathamandu telah diterima dalam pertemuan gerakan mahasiswa sedunia di Jerman 25-27 Juli, tetapi baru diumumkan secara resmi setelah keterlibatan mereka pada ‘World Youth Day”.
Pastor Paul Chemparathy SJ, mantan pastor paroki di Kathmandu dan sekarnag bertugas di Moscow, mengatakan sangat bahagia menyambut pengumuman ini. “Saya berbagi dalam sukacita Anda untuk melihat ‘pohon’ yang saya tanam dan siram, kini bertumbuh dan mekar” kenang pendiri IMCS di Nepal ini.
IMCS adalah cabang mahasiswa Pax Romana yang didirikan pada 1921 sebagai kelanjutan dari himpunan mahasiswa Katolik internasional yang didirikan di Swis pada 1887.
Adrian Pareira, mantan koordinator IMCS kawasan Asia-Pasifik mengatakan “saya sangat gembira bahwa setelah bertahun-tahun mencari pengakuan formal, para mahasiswa Katolik Nepal kini resmi menjadi bagian dari Pax Romana. Saya berharap hal ini akan lebih menginspirasi mereka semua untuk bekerja lebih keras demi mencapai visi dan misi IMCS tidak hanya pada tingkat akar rumput tetapi juga pada tingkat global”.
IMCS aktif mempromosikan kerasulan mahasiswa melalui federasi nasional di  lebih dari 85 negara.

Stefanus P. Elu

‘World Youth Day’ sebagai Manifestasi Ima


Vatikan
Di hadapan audiens, kira-kira 2.000 orang, di halaman kepausan Castel Gandolfo, Paus Benediktus XVI mengatakan telah memilih tema sebagai panduan refleksi bagi kaum muda Katolik tahun depan di tingkat keuskupan yakni “Bersukacitalah selalu di dalam Tuhan”. Sedangkan, tema untuk pertemuan internasional di Rio de Janerio 2013 nanti adalah “Pergilah dan Jadikanlah Semua Bangsa Murid-Ku”, Rabu, 24/8.
            Paus Benediktus menyebut perjumpaannya dengan kaum muda pada ‘World Youth Day’ 2011 di Madrid, Spanyol sebagai hari-hari yang luar biasa. “Hampir dua juta kuam muda dari setiap benua bersukacita karena mengalami persaudaraan, perjumpaan dengan Tuhan, berbagi dan bertumbuh dalam iman. Saya berterima kasih kepada Tuhan atas karunia yang berharga ini yang memberikan harapan bagi masa depan Gereja” refleksi Paus.
            ‘World Youth Day’, menurut paus, telah terbukti menjadi peristiwa penting dalam kehidupan banyak kaum muda yang kemudian terpanggil untuk menjadi imam atau hidup religius. “Saya yakin bahwa di Madrid juga Tuhan mengetuk pintu hati banyak kaum muda sehingga mereka akan mengikuti-Nya dengan kemurahan hati dalam pelayanan imamat dan dalam hidup religius” kata Paus Benediktus.
            Paus menggambarkan World Youth Day 2011 sebagai manifestasi iman luar biasa dan kesempatan khusus bagi kaum muda Katolik untuk berefleksi, berdialog dan bertukar pengalaman positif, khususnya berdoa bersama dan memerbaharui komitmen mereka untuk menjalani kehidupan mereka yang berakar pada Kristus, teman setia.

Stefanus P. Elu

Mncanegaranews 37


Banglades: Sekitar 100 orang termasuk dua uskup agung, beberapa imam, suster, bruder dan awam, mengikuti pertemuan yang diselenggarakan oleh Badan Pendidikan Katolik Banglades (BCEB) dan Komite Universitas Katolik Banglades di  kantor Konferensi Waligereja Banglades di Dhaka, Banglades 19/8. Pertemuan ite bertujuan mendirikan Universitas Katolik pertama di Banglades dengan usulan nama ‘Notre Dame University’ di bawah kelola Kongregasi Salib Suci dan naungan Gereja Katolik Banglades.

Amerika Serikat: Sebuah kelompok yang terdiri dari 16 senator AS mendesak Menlu AS, Hillary Clinton, untuk menyerukan pembebasan Pastor Thadeus Nguyen Van Ly, seorang imam yang ditahan di Vietnam, 24/8. Pastor Ly (65), aktivis hak asasi manusia, kembali ditangkap Juli kemarin setelah dibebaskan dari penjara dengan alasan kesehatan pada Maret 2010. Selain mengalami beberapa kali strok, Pastor Ly juga didiagnosis menderita tumor otak.

Jepang: Studium Biblicum Franciscanum cabang Tokyo yang didirikan pada 1956 berhasil menerbitkan hasil terjemahan Alkitab dalam satu volume yang lengkap ke dalam bahasa Jepang baru-baru ini setelah kerja keras selama 55 tahun. Terjemahan dan catatan itu merupakan karya dari (Sekolah Kitab Suci Fransiskan),. Pastor Bernardin Schneider, 93, asal Louisville, Kentucky, telah melayani di Jepang sejak tahun 1950, terlibat dalam karya besar ini sejak awal.

Stefanus P. Elu
Sumber: UCAnews

Redefinisi UU Pernikahan



Uskup Agung New York, Timotius Dolan,  memprediksi bahwa redefinisi Undang-undang pernikahan baru-baru ini di New York akan memiliki dampak besar pada usaha masa depan orang-orang muda untuk membangun kehidupan keluarga, Madrid, Spanyol, 17/17.
Pernikahan gay menjadi hukum yang diakui di  New York bulan lalu. Undang-undang itu ditandatangani oleh Gubernur New York, Andrew Cuomo.
Berhadapan dengan situasi ini, Uskup Dolan mengatakan bahwa kenyataan ini menjadi tantangan tersendiri bagi orang muda Katolik saat ini. Orang muda ditantang untuk mempertahankan pernikahan yang bahagia, setia, dan sebagai pemberi kehidupan. Itulah hal terbaik yang dapat dilakukan oleh orang muda.
Orang muda Katolik harus siap untuk menjadi corong dalam menyerukan kebenaran dan memberi kesaksian bahwa mempertahankan pernikahantradisional” (laki-laki-perempuan) bukanlah sesuatu yang aneh, takhayul belaka, atau terpaku pada jaman abad pertengahan. Sebaliknya,  sebuah pernikahan mengacu pada kepentingan umum, yakni menciptakan lingkungan yang sehat bagi pasangan dan bagi anak-anak.
“Hari raya orang muda memainkan peran penting dalam membekali orang-orang muda untuk menjadi pembela keluarga. Melalui acara orang nuda sedunia ini, mereka memberi kesaksian bahwa acara ini sungguh membebaskan, meneguhkan, mencerahkan, dan inspiratif," kata Uskup Agung Dolan pada Rabu malam, saat ia memimpin doa malam untuk lebih dari 400 peziarah muda di Madrid, Spanyol 17/17.
Uskup Agung Dolan percaya bahwa acara-acara seperti ini dapat membantu orang muda untuk mencintai iman dan berkomitmen Katolik untuk berjuang hari demi hari untuk menjalani model kehidupan yang Yesus dan Gereja-Nya harapkan.

Stefanus P. Elu

Mncanegaranews


Pakistan: Sekitar  1.000 umat Katolik di Abbottabad, Pakistan, berkumpul untuk tiga perayaan besar, yakni satu abad  paroki, hari  kemerdekaan Pakistan ke-64  dan perayaan Perawan Maria diangkat ke Surga di Gereja St. Petrus Kanisius Abbottabad, 14/17. bendera pada wajah anak-anak dan persembahan tarian-tarian budaya turut memberi warna khusus pada perayaan itu. Perayaan ditutup dengan pengalungan bunga pada  patung Maria di pelataran gereja.

Spanyol: Seminaris dan uskup Irak meminta doa dari semua orang muda yang berkumpul di Madrid untuk World Youth Day. Umat Katolik di Irak berusaha mempertahankan iman mereka meskipun penganiayaan terus menerus terjadi di negara itu. “Semua orang muda Katolik adalah saudara dalam Yesus Kristus. Umat Katolik di Irak memerlukan doa dari mereka semua, karena Irak sangat penting untuk agama Kristen," kata Samir Haddo Atallah, seorang seminaris dari Mosul, Irak dalam wawancara eksklusif dengan CNA 16/8.

Nigeria: Agen-agen the State Security Service (SSS)  sudah memmulai pemantauan terhadap khotbah di masjid-masjid dan gereja-regerja untuk mencegah penyebaran khotbah yang dapat menyulut tindak kekerasan agama. Direktur Dinas Keamanan di Kogi, Negara, Mike Fubar, mengatakan bahwa organisasinya akan memantau semua acara keagamaan. Pengkhotbah harus menjalani pemeriksaan keamanan dan mendapatkan otorisasi dari SSS. 13/08  pengawasan di Hotel pun telah diperkuat untuk mencegah aksi individu menggunakan tempat seperti ini sebagai basis operasional kegiatan kriminal. Bahkan bank dan perusahaan yang beroperasi di Negara juga diundang untuk mengadakan pertemuan dengan para pemimpin lembaga penegak hukum sehingga dapat menetapkan langkah-langkah untuk memperkuat keamanan di kantor mereka.

Kamis, 11 Agustus 2011

Wajah Sosial Gereja


Gereja perlu terus menerus menampakkan wajah sosialnya demi kehidupan dan kebaikan bersama. Concern pada kehidupan bersama menjadi perhatian khusus Methodius Kusumahadi, konsultan di Karina Keuskupan Agung Semarang, akhir-kahir ini. Menurutnya, masyarakat sekarang lebih memperjuangkan hak dan individual daripada relasi sosialnya dengan orang lain.
            Berikut ini adalah petikan wawancara Stefanus Poto Elu dari HIDUP dengan bapak Methodius Kusumahadi di Yogyakarta, Sabtu, 06/08.
Bagaimana kehidupan moral masyarakat Indonesia saat ini?
Berangkat dari pengalaman nyata yang saya alami sendiri selama 40 tahun, hidup bersama menjadi titik utama perhatian saya saat ini. Saya berasumsi bahwa hidup bersama saat ini tidak diapresiasi. Kenyataanya tampak dalam beberapa hal. Pertama, korupsi yang saat ini merajalela. Kedua, minat terhadap praktik-praktik untuk hidup bersama tidak menjadi pegangan masyarakat. Perhatian pada hidup individu yang mengarah kepada nafsu berkuasa sangat menonjol. Hidup individu dilihat sebagai tujuan akhir. kehausan ini diekspresikan dalam mengejar kekuasaan. Agama-agama pun dipakai sebagai instrumen untuk menunjang tujuan ini.
Bagaimana seharusnya sikap para penganut agama?
Negara kita adalah negara yang berkeyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Maka, dalam kehidupan sosial, para penganut setiap agama perlu menampakkan kekhasannya masing-masing. Artinya, agama harus mampu menjadi instrumen yang paling baik untuk menunjang kemaslahatan hidup bersama. Nilai-nilai keagamaan perlu diaplikasikan ke dalam tindakan nyata. Pembentukan karakter dalam dunia pendidikan harus ditekankan. Anak dididik untuk memberi perhatian kepada sesamanya. Dengan demikian penekanan pada kehidupan bersama diperkenalkan kepada anak didik sejak dini.
Bagaimana posisi Gereja?
Gereja Katolik saat ini cukup membanggakan. Sejak 1993 Gereja Katolik sangat konsisten menekankan kehidupan bersama. Hal ini tampak dalam Surat-surat Gembala yang dikeluarkan oleh Uskup-uskup di setiap keuskupan menjelang Paskah.
Gerakan-gerakan sosial yang saat ini muncul dalam gereja perlu diapresiasi dan diberi semangat. Gereja harus mendukung inisiatif perorangan atau gerakan yang memberikan pelayanan kepada masyarakat. Ia memberikan kebebasan dan tidak cepat-cepat menilai baik-buruknya sebuah gerekan yang sedang tumbuh. Ia hanya mengarahkan agar  gerakan-gerakan tersebut tetap concern pada pembanguanan manusia.
Apa kesulitan utama Gereja?
Gereja sampai saat ini masih dibelengu oleh pemikiran bahwa yang memberikan pelayanan kepada umat itu adalah pastor, suster dan bruder. Padahal pelayanan sosial dapat dilakukan oleh setiap anggota Gereja. Perubahan metodologi pelayanan sangat diperlukan. Kaum awam perlu diberdayakan untuk melakukan pelayanan-pelayanan sosial. Terlebih karena kaum awam adalah orang-orang yang terlibat langsung dalam kehidupan nyata. Penanaman kembali nilai-nilai dan budaya pertama kali dimulai dari lingkungan mereka.
Kepercayaan diri para pastor, suster, dan bruder pun harus ditingkatkan lagi. Mereka harus diberi imput bagaimana terjun langsung untuk memperjuangkan kehidupan bersama. Dalam hal kemasyarakatan, mereka harus lebih melatih diri lagi untuk berani terlibat secara langsung dalam kehidupan masyarakat. Sosialisasi dengan lingkungan menjadi opsi utama dalam pengembangan kehidupan sosial.
Apa  harapan untuk  Gereja masa depan?
            Kita semua adalah anggota Gereja. Setiap saat dipanggil untuk memberikan sumbangan bagi kehidupan bersama. Setiap warga Gereja harus memiliki integritas diri. Masing-masing, baik awam maupun pastor, suster atau bruder, perlu menjaga integritas diri. Gereja haeus menjadi teladan dalam memperjuangkan bonnum commune (kebaikan bersama).
Kebun Jeruk, 11 Agustus 2011
Stefanus p. Elu

Merintis Kembali Kemerdekaan

Angin laut yang bertiup cukup kencang mampu mengurangi teriknya panas matahari siang itu. Waktu menunjukkan pukul 11.00 siang, ketika kami mengunjungi beberapa nelayan di desa Moro, Kecamatan Bonang, Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Menelusuri pesisir pantai masuk ke perkampungan membuat keringat bercucuran. Beberapa nelayan memilih berteduh di teras rumah, sementara beberapa yang lain tiduran di buritan kapal di sekitar pesisir pantai.
Desa Moro terletak di pesisir jalur pantai Utara Pulau Jawa. Penduduk desa ini 100% Muslim dan mayoritas mata perncaharian mereka adalah nelayan dan buruh nelayan. Para suami sebagai pencari nafkah utama, sementara para istri di rumah mengasuh anak dan mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Ada beberapa diantaranya menjadi buruh pengasinan ikan kecil-kecilan di sekitar TPI (tempat pelelangan ikan).
“Nelayan di sini biasanya berangkat melaut pukul empat sore hari dan baru pulang pukul empat atau lima pagi. Sepanjang malam para nelayan mencari ikan di laut lepas,” tutur Sirin, seorang nelayan sekaligus pembuat kapal. Penghasilan buruh nelayan di sini sangat ditentukan oleh jumlah ikan yang mereka tangkap. “Jika hasil tangkapannya banyak berarti kami bisa makan, sebaliknya kalau cuma sedikit atau bahkan tidak sama sekali, maka sudah lazim jika ada istilah “piring terbang” di Moro, yang tak lain adalah gadai-menggadai peralatan dapur untuk mendapatkan uang guna membeli makanan.” kata Masnu’ah seorang istri nelayan.
Kemerdekaan Baru
Masnu’ah atau biasa disapa mbak Nu’ adalah sosok perempuan yang memiliki keprihatinan dan kepedulian terhadap kondisi desanya. Selain itu dia juga aktif dalam pembelaan kaum perempuan yang seringkali menjadi korban KDRT di desanya. Bersama LPUBTN-KAS (Lembaga Pendamping Usaha Buruh, Tani dan Nelayan–Keuskupang Agung Semarang), Masnu’ah dan beberapa perempuan anggota Kelompok Puspita Bahari berupaya agar para istri nelayan / buruh nelayan memiliki usaha yang bisa membantu dalam mencukupi kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Proses demi proses telah dilewati, dari rencana usaha membuat tepung ikan, kerupuk, makanan kecil, ternak bebek, kambing, hingga ternak ikan. Ternyata tidak mudah untuk merubah budaya perempuan, istri nelayan / buruh nelayan yang telah terbiasa “menunggu” nafkah para suami.
Sejak pendampingan LPUBTN-KAS tahun 2007, baru pada tahun 2009 kelompok Puspita Bahari ini memiliki usaha pembuatan kerupuk ikan, dan produk-produk lain. Hanya 7 orang yang terlibat, namun telah memberi pengaruh positif bagi masyarakat desa secara luas dan terkikisnya budaya “menunggu”.
Saat ini kelompok Puspita Bahari juga memiliki demplot (percontohan) ternak ikan lele, dan kambing di sepetak lahan berukuran 9 x 4 m. Ternak ikan lele ini disarankan LPUBTN-KAS untuk dibudidayakan di Moro, mengingat banyaknya limbah ikan terbuang sia-sia. Ternak kambing dengan sistem pengandangan diharapkan dapat mendukung upaya bersih desa. Kambing-kambing yang diliarkan mengotori rumah penduduk dan banyak kambing yang terjangkit penyakit gudhik (penyakit gatal kulit).
Selain itu kotoran kambing yang dikandang dapat diolah dan dimanfaatkan sebagai pupuk organik (INDUS/Inthil Wedhus). Pupuk ini akan dimanfaatkan untuk menanam sayur dalam pot yang juga sedang diupayakan di demplot Kelompok Puspita Bahari ini. Jadi dari kelompok Puspita Bahari mampu memberi pengaruh luas terhadap masyarakat desa melalui pendekatan simultan.
Berbeda dengan desa Moro, penduduk desa Panadaran, Kecamatan Gubug, Kabupaten Grobogan Jawa Tengah bermata pencaharian sebagai petani. Mereka menggarap lahan milik PERUM PERHUTANI yang dikelola dalam Program PHBM (Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat). Sebelum tahun 1998, hampir seluruh lahan sekitar desa Penadaran adalah hutan Jati yang subur, mata air banyak ditemukan di sana, namun semua habis ditebang oleh masyarakat desa serta oknum aparat hingga menyisakan lahan gersang dan tandus rawan longsor dan banjir. Petani biasanya menanam jagung setiap musim (monokultur), sedangkan untuk lahan yang datar mereka bisa menanam padi ketika musim hujan. Pola tanam mereka full kimia.
Karena ketidaktahuan mereka, tanah semakin tandus, bantat, serta tidak mampu menyimpan air. Hujan menyebabkan banjir, dan tidak menyisakan air sedikitpun pada musim kemarau.
Pada 2006, LPUBTN-KAS masuk ke wilayah Gubug. Desa ini dipilih Paroki Administratif Gubug sebagai wilayah yang butuh pendampingan. Sebelumnya desa Penadaran sangat terpencil dan tidak dikenal, bahkan banyak orang enggan untuk datang ke wilayah tersebut dan sering dikatakan “pergi ke Penadaran bisa menghabiskan tujuh sandal jepit”. Memang saat itu jalan menuju desa rusak parah mengakibatkan tertutupnya banyak akses masyarakat. Berkembang banyak spekulan (tengkulak) yang memiliki modal untuk bisa menjual keluar produk hasil pertanian (jagung). Tengkulak memonopoli pasar jagung di tingkat lokal, merekalah yang menentukan harga dan menjerat petani dengan pinjaman (modal tani & uang) berbunga tinggi + 30%.
Berawal dari Pelatihan Perempuan Penggerak Sosial Ekonomi Desa yang diikuti 12 perempuan desa Penadaran pada September 2007, LPUBTN-KAS mengajak masyarakat Penadaran untuk membentuk paguyuban. Dibentuklah Kelompok Tani Usaha Bersama Ngudi Rejo yang diketuai oleh bapak V. Suparjo. Dari 24 orang anggota Katolik hingga saat ini menjadi 52 orang dari semua kalangan (tidak terbatas agama).
Dalam proses pendampingan LPUBTN-KAS sejak tahun 2007 hingga 2011 ini, mulai dirasakan banyak perubahan. V. Suparjo mengisahkan proses terbebasnya petani dari pasar monopoli tengkulak dengan dibukanya pasar keluar desa oleh LPUBTN-KAS yang disertai dengan ancaman pembakaran rumahnya serta teror kepada LPUBTN KAS. Ia juga menentukan gerakan konservasi berkelanjutan, ditunjuknya Desa penadaran sebagai desa model oleh Perhutani, perbaikan infrastruktur desa dan instalasi air bersih, gerakan anak muda dan anak-anak serta perempuan, hingga dibangunnya Gereja Stasi Penadaran yang diresmikan Mgr. J. Pujasumarta (Uskup Agung Semarang) pada 17 Juli 2011, serta Gua Maria Sendang Jati yang sebelumnya diresmikan Mgr. I. Suharyo (sekarang Uskup Agung Jakarta) pada 21 Nopember 2008.
Lain halnya dengan ibu Brigita Munirah, yang biasa disapa mbak Mun, warga desa Panadaran, menceritakan perjalanan hidupnya yang semula berjualan mie ayam kemudian beralih profesi menjadi petani. Sungguh jauh dari apa yang dibayangkan oleh sebagian masyarakat pada umumnya, yang biasanya meninggalkan profesi petani untuk sekedar menjadi buruh. Mbak Mun yakin bahwa dengan menjadi petani, dia mampu mengangkat perekonomian keluarganya meskipun diawali dengan gagal panen (karena belum tahu teknik bertani). Bahkan dalam menjalani profesi sebagai petani dia dan suaminya tetap berpegang teguh pada pengharapan akan Tuhan, karena bagi mereka Tuhanlah yang mengalirkan rejeki melalui tanaman yang dibudidayakan. Mereka pun rajin berdoa Rosario saat berada di lahan.
Proses dan Nilai
Proses yang harus dilalui dalam pendampingan/pemberdayaan tidaklah singkat dan mudah, baik untuk kelompok di desa Morodemak, desa Penadaran ataupun wilayah dampingan lainnya : Sekecer-Weleri, Gabus-Purwodadi, Pati, Sumber-Muntilan, Sriningsih-Sleman, dan Salam yang sedang mulai dan beberapa tempat lainnya. LPUBTN-KAS berusaha menemani/mendampingi dan membantu menggerakkan beberapa paroki ataupun desa. Tantangan utama adalah edukasi atau pendidikan umat dan masyarakat. Upaya lembaga ini adalah menggarap manusianya sebagai pelaku (agen perubahan) dengan berorientasi pada perubahan pola berpikir serta pola hidup agar mampu menjawab tantangan dan kebutuhan hidup mereka. Membangun solidaritas dalam paguyuban/kelompok menjadi modal dasar untuk bersama-sama “bergerak” dari situasi masyarakat yang merasa diri(-10) minus sepuluh atau bahkan (-50) minus lima puluh agar bisa menjadi masyarakat yang mandiri.
Kemandirian dalam hal (pangan, kesehatan, pendidikan) merupakan tolok ukur sebuah keberhasilan dalam pendampingan meskipun diawali dari hal yang kecil. Kemandirian adalah tolok ukur sebuah masyarakat bisa dikatakan MERDEKA. Petani yang mandiri mampu mengusahakan daya dukung yang ada disekitar untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Nelayan yang mandiri mampu mencukupi kebutuhan hidupnya meski tidak melaut.
Dalam hal pendidikan, LPUBTN-KAS yang dipimpin oelh Romo FA.Sugiarta,SJ ini telah menggulirkan Program WIRABEASISWA sebagai upaya menjawab keprihatinan keterbatasan sosial ekonomi umat dan masyarakat. Untuk mengatasi degradasi mental dan moral, dalam program ini, anak-anak penerima manfaat diajak secara berkelompok menjalankan usaha yang mendukung biaya pendidikannya.
Di desa Penadaran dan beberapa wilayah dampingan lain (Sekecer-Weleri, Sumber-Muntilan) program Wirabeasiswa ini diwujudkan dalam bentuk ternak kambing. Bukan sekedar memelihara kambing, tetapi program ini bertujuan untuk menanamkan kembali nilai-nilai keutamaan hidup: tanggungjawab, kejujuran, kerja keras, disiplin, gotong royong, dan solidaritas dimana pada saat ini mulai luntur akibat gerusan perkembangan jaman.
Tidak hanya itu, untuk mendukung Program Green Priest (dimana para imam yang ditahbiskan nantinya adalah para imam yang menjadi penggerak / agen perubahan dalam kehidupan umat dan masyarakat) di Seminari Kentungan dan Mertoyudan, LPUBTN-KAS mengajak keluarga besar Seminari terlibat dalam pengelolaan lahan di Seminari untuk kemandirian sebagai wujud Pola Hidup Organik yang juga merupakan Budaya Kehidupan. Pengelolaan lahan bukan sekedar bercocok tanam, melainkan juga sebagai media para Frater untuk mengenal dan belajar tentang Keutuhan Ciptaan serta arti hidup dari berbudidaya tanah, tanaman dan ternak.
Segala upaya gerakan yang dilakukan LPUBTN-KAS secara simultan dan sinergis tersebut tidak lain adalah untuk merintis kembali Kemerdekaan yang pernah dimiliki nenek moyang petani dan nelayan, yang mampu hidup secara mandiri dengan kearifan lokalnya dan penyumbang pangan bagi kehidupan dan ketahanan masyarakat yang sangat besar. Dalam hal ini, sebagai Lembaga Gerak Keuskupan Agung Semarang, LPUBTN-KAS mencoba untuk menghadirkan dan mewujudnyatakan Ajaran Sosial Gereja dalam kehidupan umat serta masyarakat yang memerdekakan, berkeadilan dan menyejahterakan.