Kamis, 11 Agustus 2011

Wajah Sosial Gereja


Gereja perlu terus menerus menampakkan wajah sosialnya demi kehidupan dan kebaikan bersama. Concern pada kehidupan bersama menjadi perhatian khusus Methodius Kusumahadi, konsultan di Karina Keuskupan Agung Semarang, akhir-kahir ini. Menurutnya, masyarakat sekarang lebih memperjuangkan hak dan individual daripada relasi sosialnya dengan orang lain.
            Berikut ini adalah petikan wawancara Stefanus Poto Elu dari HIDUP dengan bapak Methodius Kusumahadi di Yogyakarta, Sabtu, 06/08.
Bagaimana kehidupan moral masyarakat Indonesia saat ini?
Berangkat dari pengalaman nyata yang saya alami sendiri selama 40 tahun, hidup bersama menjadi titik utama perhatian saya saat ini. Saya berasumsi bahwa hidup bersama saat ini tidak diapresiasi. Kenyataanya tampak dalam beberapa hal. Pertama, korupsi yang saat ini merajalela. Kedua, minat terhadap praktik-praktik untuk hidup bersama tidak menjadi pegangan masyarakat. Perhatian pada hidup individu yang mengarah kepada nafsu berkuasa sangat menonjol. Hidup individu dilihat sebagai tujuan akhir. kehausan ini diekspresikan dalam mengejar kekuasaan. Agama-agama pun dipakai sebagai instrumen untuk menunjang tujuan ini.
Bagaimana seharusnya sikap para penganut agama?
Negara kita adalah negara yang berkeyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Maka, dalam kehidupan sosial, para penganut setiap agama perlu menampakkan kekhasannya masing-masing. Artinya, agama harus mampu menjadi instrumen yang paling baik untuk menunjang kemaslahatan hidup bersama. Nilai-nilai keagamaan perlu diaplikasikan ke dalam tindakan nyata. Pembentukan karakter dalam dunia pendidikan harus ditekankan. Anak dididik untuk memberi perhatian kepada sesamanya. Dengan demikian penekanan pada kehidupan bersama diperkenalkan kepada anak didik sejak dini.
Bagaimana posisi Gereja?
Gereja Katolik saat ini cukup membanggakan. Sejak 1993 Gereja Katolik sangat konsisten menekankan kehidupan bersama. Hal ini tampak dalam Surat-surat Gembala yang dikeluarkan oleh Uskup-uskup di setiap keuskupan menjelang Paskah.
Gerakan-gerakan sosial yang saat ini muncul dalam gereja perlu diapresiasi dan diberi semangat. Gereja harus mendukung inisiatif perorangan atau gerakan yang memberikan pelayanan kepada masyarakat. Ia memberikan kebebasan dan tidak cepat-cepat menilai baik-buruknya sebuah gerekan yang sedang tumbuh. Ia hanya mengarahkan agar  gerakan-gerakan tersebut tetap concern pada pembanguanan manusia.
Apa kesulitan utama Gereja?
Gereja sampai saat ini masih dibelengu oleh pemikiran bahwa yang memberikan pelayanan kepada umat itu adalah pastor, suster dan bruder. Padahal pelayanan sosial dapat dilakukan oleh setiap anggota Gereja. Perubahan metodologi pelayanan sangat diperlukan. Kaum awam perlu diberdayakan untuk melakukan pelayanan-pelayanan sosial. Terlebih karena kaum awam adalah orang-orang yang terlibat langsung dalam kehidupan nyata. Penanaman kembali nilai-nilai dan budaya pertama kali dimulai dari lingkungan mereka.
Kepercayaan diri para pastor, suster, dan bruder pun harus ditingkatkan lagi. Mereka harus diberi imput bagaimana terjun langsung untuk memperjuangkan kehidupan bersama. Dalam hal kemasyarakatan, mereka harus lebih melatih diri lagi untuk berani terlibat secara langsung dalam kehidupan masyarakat. Sosialisasi dengan lingkungan menjadi opsi utama dalam pengembangan kehidupan sosial.
Apa  harapan untuk  Gereja masa depan?
            Kita semua adalah anggota Gereja. Setiap saat dipanggil untuk memberikan sumbangan bagi kehidupan bersama. Setiap warga Gereja harus memiliki integritas diri. Masing-masing, baik awam maupun pastor, suster atau bruder, perlu menjaga integritas diri. Gereja haeus menjadi teladan dalam memperjuangkan bonnum commune (kebaikan bersama).
Kebun Jeruk, 11 Agustus 2011
Stefanus p. Elu

Tidak ada komentar: