Jumat, 11 November 2011

Takut Pada Bayangan


Alam masih sepi. Sang raja siang belum bangkit dari tidur. Saya bersama ‘teman’ terjaga dari mimpi. Memang demikianlah rencana sebelum pergi tidur semalam. Pukul 4.30, saya dan ‘teman’ saya sudah tampil rapi. Memang, baru  pagi ini saya bagun lebih awal. Apa hendak dikata. Ada tugas yang harus saya selesaikan hari ini. Paling tidak ada dua agenda kegiatan.
            Bersama ‘teman’ saya, kami menelusuri jalan yang masih tampak sepi. Kami akan manghadiri misa hari minggu di Paroki Santa Perawan Maria Ratu Blok Q, Jakrta Selatan. Hari itu Minggu, 23 Oktober 2011. Apa yang saya dan ‘teman’ saya impikan akan menjadi kenyataan. Kami memang telah menantikan kesempatan ini. Dalam agenda kami, suatu saat nanti, mudah-mudahan kami mendapat kesempatan untuk menghadiri Perayaan Ekaristi bersama-sama. Kesempatan ini memang penting bagi kami. Selain merasakan kebersamaan, ada banyak hal yang perlu kami panjatkan dan persembahkan kepada Tuhan. Bila impian lama itu tercapai rasanya akan berbeda.
            Setelah bertanya-tanya tentang alamat gereja, akhirnya kami sampai juga. Letak gereja memang tidak terlalu ‘tersembunyi’ sehingga mudah ditemukan. Pukul 6.30 tepat kami memasuki area parkir gereja. Setelah memarkir motor pada tempatnya, kami berlangkah memasuki gereja yang tidak begitu luas. Kami mengambil tempat yang paing belakang. Duduk berdoa sejenak, saya memilih untuk keluar lagi. Agenda pertama untuk misa bareng paling tidak 75 % sudah tercapai. Tinggal dijalankan.
            Saya kembali ke halaman gereja. Kini agenda kedua dimuai. Saya mendekai satpam yang sedang berdiri di depan pintu gerbang utama. Beberapa pertanyaan saya ajukan sebagai komunikasi awal. Obrolah pun berlanjut.
            Menurut informasi yang sempat saya kumpulkan beberapa hari sebelumnya, Jacob Oetomo biasanya mengikuti misa hari minggu di gereja ini. Katanya, Jacob biasanya mengikuti misa antara pukul 7.00 atau pukul 9.00. Jadi saya harus berjaga di antara kedua jadwal misa ini. Saya harus betemu dengan Jacob. Itulah misi saya yang kedua.
           

***
Bertemu dengan Jacob memang bukan tanpa tujuan. Baru 27 September 2011 lalu, Jacob merayakan ulang tahunnya yang ke-80. Maka, Majalah HIDUP merasa penting untuk meulis tentang biografi dan kiprahnya pada Sajian Utama. Memang tidaklah salah bila Jacob ditempatkan menjadi berita utama. Mengapa tidak? Di dunia pers, Jacob adalah orang yang sangat dihormati.
Kompas adalah bukti kiprah panjang Jacob di dunia pers. Kompas kini menjelma menjadi surat kabar yang mendunia. Seluruh pelosok tanah air negeri ini pasti pernah bersentuhan dengan kompas. Bahkan di dunia pers, kompas menjadi surat kabar yang bergengsi dan dapat dipercaya. Belakangan, kompas merambah ke dunia entertamen. KompasTV adalah peluncuran terbarunya. Beberapa orang yang pernah mengenal Jacob pasti memiliki kekaguman tersendiri pada tokoh yang satu ini.
Memang, beberapa tehun terakhir ada rumor yang cukup berkembang miring di khalayak umum terkait Jacob. Tetapi, tentu di sini bukan tempat yang tepat untuk membahas isu tanpa bukti-bukti akurat itu. Yang terpenting adalah Jacob telah merintis dan melakukan perubahan besar bagi pers Indonesia.


***
Tugas saya hari ini memang tampak mudah. Akan tetapi, rasanya seperti memikul satu gunung. Mengapa tidak? Saya ditugaskan untuk mengambil gambar Jacob saat mengikuti misa. Beratnya, hal ini tidak perlu dikomunikasikan dengan Jacob. Kasarnya saya ditugaskan ‘mencuri’ gambar Jacob.
Bagamana saya harus melalukan tugas ini? Apakah orang-orang atau pengawalnya akan marah karena saya mengambil gambar tanpa konfirmasi sebelumnya? Memang, Jacob cukup dikenal di paroki ini. Semua orang menghormatinya. Sementara saya, wartawan baru, tidak dikenal berani mengambil foto tanpa konfirmasi.
Cukup lama saya menunggu persis di pintu gerbang gereja. Sudah pukul 7.00. Misa telah dimulai. Jacob belum menampakkan batang hidungnya. Padahal, menurut satpan gereja ini, Jacob tidak pernah terlambat jika mau mengikuti misa hari minggu. Paling lambat, setengah jam sebelum misa, Jacob sudah tiba di gereja. Apakah memang hari ini dia tidak datang misa? Mudah-mudahan ini perkiraan yang salah.
***

            Saya meninggalkan area gerbang dan masuk ke dalam gereja. ‘Teman’ saya sudah menunggu di sana. Kami mengikuti misa yang penuh hikmat itu. Kepada Tuhan kami persembahkan segala kesulitan dan kegalauan hati yang kami alami selama ini. Rasanya inilah persembahan terindah bagi Tuhan.
            Bila hendak dibayangkan, apa yang kami alami terlalu berat. Hanya ketabahan dan kebesaran hatilah yang mampu menghantar kami untuk mengerti semuanya. Kesulitan memang akan selalu ada. Tetapi harus kami akui bahwa cukup berat untuk urusan yang satu ini.
            Kerinduan yang terpendam selama ini untuk menghadiri Perayaan Ekaristi bersama akhirnya terpenuhi. Segala kegalauan bisa dipersembahkan kepada Tuhan. Kami akan kembali dengan hati baru dan semanat baru. Hanya satu yang kami mohon yakni kebesaran hati untuk menanggung semuanya. Misi pertama selelsai. Saya akan segera mulai menjalankan misi kedua.

***
            Misa pertama telah usai. Saya masih berharap agar Jacob benar-benar datang hari ini. Selain mengambil gambar, saya juga merindukan untuk bertemu dan melihat langsung pemilik Harian Kompas ini. Setelah saya menanyakan perihal apakah Jacob sudah datang atau belum ke satpam, ia hanya menjawab “belum.”
            Kesempatan itu saya manfaatkan untuk mendapatkan beberapa informasi lagi di sekretariat. Beberapa pertanyaan saya ajukan kepada ibu yang ada di sekertariat. Setelah merasa cukup, saya meninggalkan ruangan yang sedikit sepi itu.
            Saya kembali menghampiri satpam yang melambai-lambaikan tangannya mengatur mobil dan motor yang masuk ke lahan parkir. “Apakah Jacob sudah datang?” tanya saya. “Tuh, baru tiba, tapi belum turun dari mobil,” jawab satpam.

            Serentak jantung berdetak makin kencang. Ada ketakutan dan seribu was-was. Jangan-jangan saya akan dimarahi karena memotret  Jacob tanpa ijin. Apakah saya akan diusir? Atau malah dipukuli?
            Saya mengambil posisi di antara mobil yang diparkir di sana, persis menghadap ke pintu masuk gerbang gereja. Kamera canon pinjaman dari kantor tergenggam erat ditangan. Untuk mengurangi segala kecurigaan, saya sengaja memotret gereja dan beberapa umat yang lalu lalang di situ.
            Beberapa menit berselang, Jacob berlangkah masuk. Ia setengah dipapah sang sopir. Belum sempat mengangat pandangannya ke arah saya yang berdiri satu garis lurus dengannya, dua kali jepretan sudah berhasil saya rampungkan. Secepat kilat jepretan lain menyusul. Semua masih diam. Saya turunkan kamera dan membiarkan dia terus berlangkah memasuki gereja. Ia berjalan menuju pintu belakang.
            Saya mengambil jalan pintas melalui pintu samping gereja. Agar mengurangi kecurigaan, saya memotret altar, umat, dan beberapa objek lain yang ada dalam gereja, sambil bergeser menuju tempat di mana Jacob duduk. Ia duduk di bangku urutan lima dari belakang. “Sesuai informasi,” pikir saya.
            Setelah mencapai jarak tiga meter, beberapa jepretan ke arah Jacob berlangsung cepat. Aku berpindah ke sisi kiri Jacob. Beberapa kali jepretan berhasil saya raih. Saya mengambil tempat duduk tiga bangku di depan Jacob karena misa akan segera dimulai. Saya duduk diam sambil menilai hasil jepretan, apakah sudah tepat  atau belum. Kayaknya perlu ditambah.

Perayaan Ekarisrti telah berlangsung. Ketika sampai pada pernyataan tobat, saya keluar dari barisan tempat duduk dan mundur tiga langkah. Kamera Canon kembali saya arahkan ke Jacob. Beberapa jepretan kemali terekam cepat. Saya keluar meninggalkan gereja. 
Baru saya sadari bahwa apa yang saya takuti sebelumnya ternyata tidak terjadi. Saya mulai berpikir, apakah ketakutan ini merupakan kenyataan yang akan terjadi atau hanya bayangan? Apakah saya takut pada hasil konstruksi bayangan saya sendiri? Jika demikian, sungguh ironis dan memalukan. Saya takluk pada bayangan sendiri. Ketakutan yang tanpa alasan. Memang itulah yang sering terjadi dalam hidup dan jarang disadari banyak orang.

Stefanus P. Elu
Kos Bambu,  Kamis 10 November 2011

Tidak ada komentar: