Jumat, 23 Desember 2011

Seni Wayang Orang


Orang yang mengutamakan seni dalam hidupnya adalah orang yang sungguh kritis memilih mana yang baik dan mana yang jelek. Bayangkanlah kalau kita datang ke sebuah mall atau supermarket lalu kita tidak memiliki jiwa seni sehingga tidak dapat berbuat apa-apa di hadapan celana dan baju dengan mode terbaru. Ironi bukan?
Seni juga terkadang menjadi tempati kreativitas. Misalnya, beberapa bulan lalu sekelompok orang di Surabaya melayangkan protes kepada langkah lambat pemerintah Indonesia menemukan dan memulangkan tersangka Wisma Atlet Palembang, Muhammad Nazardin dengan melakonkan proses penangkapan Nazarudin di pinggir jalan. Ternyata Nazarudin hanya bersembunyi di balik sebuah pohon dan ditemukan oleh seorang hansip. Tidak perlu inteligen khusus bukan?
            Malam itu, Rabu, 14 Desember 2011, Panitia Pembangunan Gereja Paroki Ratu Rosari Jakakarsa Tangerang, Banten bekerja sama dengan Wayang Orang Bharata mengadakan Pagelaran Wayang Orang bertajuk “Gatotkaca Ngedan” di Gedung Graha Bakti  Budaya Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta. Mereka memakai seni Wayang Orang untuk mengumpulkan dana bagi pembangunan gereja Jakakarsa.
            Wayang orang yang disaksikan sekitar 300 orang ini menceritakan Negara Amarta yang damai dan tenang oleh Karena kebijakan yang berpihak pada rakyatnya. Situasi ini membuat Negara-negara tetangganya merasa iri dan ingin menguasai Negara itu. Sementara di dalam kerajaan itu sendiri, terjalin sebuah komunikasi dan kerjasama yang begitu erat sehingga dengan mudah mereka dapat menampik semua tantangan dari luar. Maka usaha mereka sebenarnya sia-sia saja.
            Pastor Paroki Ratu Rosari Jakakarsa yang merupakan salam satu pelakon, Celtus Winarno Hardosuyatno MSF, ketika diwawacara mengungkapkan rasa terima kasih dan apresisasi yang sangat tinggi bagi umat separoki, terlebih bagi OMK dan anak-anak yang mau terlibat dalam pementasan ini. “Kita perlu mendukung kaum muda dan anak-anak agar mereka berusaha mengenal budaya-budaya yang kita miliki saat ini. Memang, tujuan pagelaran ini adalah pencarian dana untuk pembangunan gereja kami, tetapi usaha untuk memperkenalkan budaya kepada anak adalah hal yang urgen juga,”  pungkas Pastor Hardo.
            Senada dengan Pastor Hardo, Ketua Panitia Pagelaran, FX. Djoko Purwanto juga melihat kesempatan ini sebagai kesempatan baik untuk pengenalan budaya kepada masyarakat. “Kebetulan mayoritas paroki kami adalam orang Jawa. Di sana juga Paguyuban Seni dan Budaya yang beranggotakan orang-orang yang mencintai dan punya kepedulian pada dunia seni. Dari sinilah kita mengeksplorasi dan mulai mengenalkannya budaya kepada umat,” kata Joko.
            Pentas yang memakan waktu persiapan selama tiga bulan ini melibatkan sekitar 70 pelakon. Di antara para pelakon itu terdapat tiga pastor, tiga suster, dan satu Bruder. Mereka bersatu dalam sutradara dan koreografi Surip Handayani dari Wayang Orang Bharata.
            Secara spesifik, lakon “Gatotkaca Ngedan” ini mengisahkan pentingnya kebersamaan dan komunikasidi dalam keluarga. Apabila di dalam rumah dapat terjalin kebersamaan dan komunikasi yang baik antaranggota keluarga, maka tidak mustahil kebahagiaan yang diidamkan dapat terwujud dan dirasakansemua anggota keluarga.
            Walau sejujurnya harus saya katakana bahwa saya susah menangkap apa yang diperckapkn di panggung, karena semua komunikasi memakai bahasa Jawa kerajaan, saya bisa menangkap pesan lewat gerak-gerik para pelakon dan runutan aktivitas di panggung.
            Pementasan ini, Joko menjelaskan, adalah pementasan yang ketiga. Dan pentas kali ini melibatkan kaum muda dan anak-anak lebih banyak dari du pentas sebelumnya. Tentu ada perbaikan dan penyempurnaan pada pentas kali ini.

Stefanus P. Elu
Kebun Jeruk, 23 Desember 2011

Tidak ada komentar: