Jumat, 23 Desember 2011

Kesadaran Di Hari Ibu


Suatu ketika, seorang senior di tempat kerja saya mengatakan bahwa “seorang bayi belajar mengenali ibunya dari baunya. Bau dari seorang ibu lah yang pertama terekan rapi dalam pikiran dan rasa si bayi.”
Bila dibayangkan, pernyataan ini benar. Seorang bayi akan menangis tiada henti bila ia tidak digendong oleh ibunya. Ia akan selalu mencari ibunya di saat ia merasa lapar dan haus. Ia akan menangis histeris bila dalam jangka waktu yang lama ia tidak berada dalam dekapan ibunya. Begitulah kedekatan seorang ibu dengan bayinya, atau sebaliknya.
Peran seorang ibu, mulai dari perencanaan hadirnya seorang bayi hingga tumbuh dan menjadi dewasa tak ternilai harganya hingga sampai pada pertaruhan nyawa. Seorang ibu akan selalu merindukan anaknya. Benarkah demikian?
Masih terekam betul dalam ingatan saya iluastrasi, bahkan kenyataan yang diungkapkan oleh seorang teman saya. Saya selalu mengingat cerita dari teman itu karena saya sendiri pernah mengalaminya. Beginilah ceritanya.
Biasanya, kita membunuh ayam untuk dijadikan lauk makan malam dalam keluarga. Kebiasaan ini biasanya terjadi di kampung-kampung karena tidak ada pasar yang menyediakan daging ayam jadi. Kita membunuh ayam itu kemudian meraciknya menjadi menu paling enak yang akan kita nikmati bersama dalam keluarga. Bahkan, sepotong daging pun jangan sampai tercecer, mengingat cukup atau tidaknya daging ayam itu untuk jumlah anggota keluarga yang ada. Biasanya ibu lah yang sungguh berperan dalam proses pengolahan ini. Syukur kalau anaknya ingin membantu.
Setelah semua persiapan makan malam selesai, tibalah saatnya untuk bersantap malam bersama. Ibu bisanya mempersilakan ayah dan anak untuk mengambil terlebih dahulu.
Tiba giliran ibu. Setelah mengambil nasi, ibu mengambil hanya daging kaki ayam. Ya,,,,,biasanya juga dengan daging yang lain, tapi bila itu diperlukan. Ibu selalu merasa cukup hanya dengan “kaki ayam” itu. Ketika kita menanyakan atau memintanya mengambil daging yang lain, ia hanya menjawab, “Nak, kaki ayam ini daging paling enak. Ibu suka sekali daging ini”. Lalu kita pun membiarkannya.
Menurut teman saya, bukan itulah realitas yang sebenarnya. Ibu berani melakukan itu karena ia sangat mencintai ayah dan anaknya. “Jangan sampai mereka kekurangan daging.” Ia merasa cukup dengan daging kaki ayan itu, karena ia mau memberikan yang terbaik dan termanis bagi ayah dan anaknya.
Mmmmmm……saya sangat tersentuh dengan kisah ini. Sebelumnya memang saya mengalaminya beberapa kali dalam hidup saya. Tetapi saya belum pernah berpikir sejauh ini. Inilah hal yang biasa. Cukup mengharukan bukan?
Bila disimak lebih jauh, seorang ibu rela menekan rasa pribadinya demi kebahagiaan sang suami dan anak-anaknya. Tapi terkadang kita lupa mengucapkan terima kasih. Atau paling tidak “I LOVE YOU MAM”.
Sekiranya kita mulai belajar dengan giat untuk merasakan kasih sayang besar ini. Selamat Hari Ibu, 22 Desember.
Stefanus P. Elu
Kebun Jeruk, 24 Desember 2011

Tidak ada komentar: