Minggu, 11 Desember 2011

Gosip adalah Proses Penyayatan


“Jangan pernah menyebarkan gossip. Karena ketika Anda menyebarkan gosip, maka Anda menjadikan orang lain tong sampah, dan Anda sendiri adalah sampahnya.”

***
        Ungkapan ini mengingatkan saya akan sebuah ilustrasi saat saya masih aktif sebagai pendaping Bina Iman Anak di Sekolah Minggu. Kira-kira ceriteranya seperti ini:
        Suatu hari, seorang ibu datang mengaku dosa kepada pastor parokinya. Dalam pengakuan itu, tampak bahwa dosa yang paling banyak dilakukan oleh itu adalah bergosip ria setiap hari. Sebelum pastor, atas nama Gereja memberi absolusi atau pengampunan, pastor itu meminta si ibu pulang ke rumah untuk mencabut semua bulu ayam yang ada di rumah lalu menyebarkan bulu-bulu itu dari atas atap rumah.
        Ibu itu pun pergi dan melakukan sesuai apa yang diperintahkan kepadanya. Setelah itu, ia pulang dan melaporkan hasil kerjanya kepada pastor. Kemudian pastor itu, sekali lagi menyuruh ibu itu untuk pulang dan mengumpulkan kembali semua bulu ayam itu. Ibu itu mulai membantah! “Tentu saja saya tidak bisa mengumpulkan semuanya, karena bulu-bulu ayam itu sudah dibawa angin ke mana-mana,” keluh si ibu.
        Pastor parokinya menjawab, “begitu pula dengan gosip. Ketika Anda menjelek-jelekan nama orang lain, kabar itu akan kian cepat tersiar. Anda tidak mungkin bisa mengumpulkannya lagi. Dan nama orang yang Anda gosipkan semakin jelek. Sekarang, pulanglah dan jangan bergosip lagi.”
***
Persoalan gosip memang sering terjadi dalam hidup kita. Sadar atau tidak, dalam takaran sedikitpun kita pasti pernah melakukannya. Kadang kita hanya mau iseng-iseng, ataupun serius. Ketika kita sedang bergosip, kita tidak pernah berpikir, apa yang akan dirasakan orang itu kalau sampai ia mendengar hal ini? Atau paling tidak kita perlu bertanya diri, apakah saya pun punya salah dan kemarin, atau hari ini, atau esok nanti saya akan digosipkan juga?
Membicarakan orang lain memang perlu karena dapat berfungsi sebagai alat kontrol social. Akan tetapi hal ini akan menjadi momok yang keji bila disertai dengan pendapat pribadi yang bertujuan melumpuhkan orang yang dibicarakan. Ini adalah pembunuhan.
Bukankah orang sering berpendapat, ‘mending sekali ditikam langsung mati, daripada disayat perlahan-lahan’. Gosip adalah bagian dari penyayatan secara perlahan itu.

Stefanus P. Elu
Kos Bambu, 11 Desember 2011

Tidak ada komentar: