Selasa, 18 Oktober 2011

Menginjak Tanah Pontianak-Kalimantan Barat

          “Steve…..sudah setenga tujuh”, demikian seru Henrik teman kos saya. Saya tersentak dari tidur, berlari ke kamar mandi dan menyiram badan seadanya. Beberapa menit kemudian, saya sudah berpenampilan rapi, meski sedikit berkeringat karena mandinya kurang bersih. Dengan setengah ngantuk, Om Siprianus N. Bani mengantar saya ke pintu gerbang Tol Grogol untuk menumpang taksi jurusan Bandara Udara Soekarno-Hatta.
          Hari itu, Sabtu 24 September 2011, saya harus berangkat ke Pontianak untuk liputan berita terkait Hari Pangan Sedunia. Ini perjalanan dinisa luar kota saya yang kedua. Ketika tiba di bandara, ternyata saya memang terlambat pesawat. Jadwal take of pukul 08.40. Batas terakhir cek in 08.15. sementara saya tiba di bandara sudah 08.27. Karena keterlambatan ini, saya tidak diperbolehkan ikut penerbangan saat itu. Setelah meminta bantuan dengan setengah memelas, akhirnya saya bisa disisipkan ke penerbangan berikutnya, pukul 09.50. Syukurlah Tuhan begitu baik pada saya. Perjalanan ini memang boleh dibilang nekat. Selain sendiri, tempat tujuan ini sama sekali baru. Saya tidak punya kenalan di sana. Modalnya hanya saling kontak dengan seorang pastor yang bertugas di Paroki Sayut, Kecamatan Hulu Kapuas, Kabupaten Kapuas Hulu,
Keuskupan Agung Sintang.
          Pukul 11.15 Saya tiba di Bandara Supadio Pontianak, Kalimantan Barat. Cuaca sangat panas, tentu bagi saya yang orang baru. Setelah menghubungi bus Pontianak-Putussibau, saya pun melanjutkan perjalanan. Jalan yang agak rusak, cukup untuk olahraga. Maklum waktu yang ditempuh dalam perjalanan ini kurang lebih 17 jam.
*** 
          Pukul 05.40, Minggu, 25 September 2011, saya memasuki pelataran gereja Paroki Bunda Maria Tak Bernoda Putussibau, Kecamatan Hulu Kapuas, Kabupaten Kapuass Hulu, Kalimantan Barat. Sebagian umat telah memenuhi gereja untuk merayakan Ekaristi. Saya beristirahat sebentar, lalu mengikuti misa pukul 08.00. setelah itu, saya mengikuti Pastor John, Dkn. Fidelis, dan Fr. Aldi ke Paroki St Antonius Padua Mendalam.
          Perjalanan ke sana sangat menarik. Mengenderai motor kurang lebih satu jam dan menyeberangi dua sungi. Menarik memang. Pelayanan paroki di sekitar Daerah Aliran Sungai (DAS) Sungai Kapuas ini banyak ditempuh dengan perahu karena harus menelusuri sungai. Penduduk pun masih berdomisili di sekitar bantaran sungai. Hidup mereka masih bergantung pada alam, entah itu dari sungai, atau dari hasil pertanian. Masyarakat masih bercocok tanam sebagai pendapatan utama mereka setiap hari.
         Kesan saya, masyarakat di sana sangat ramah. Saya diterima dengan baik, sehingga dapat menjalankan tugas liputan saya dengan baik, wawancara atau sekedar mengobrol dengan mereka seadanya. Intinnya, saya merasa krasan dan sangat menikamati perjalanan ini. Semoga ke depannya semua selalu indah seperti ini.
Stefanus P. Elu, Kos Bambu, 09 Oktober 2011

Tidak ada komentar: